Belajar Menulis Kepada Guru Terbaik

Tahun 2006, pertama kali saya mencicipi industri penulisan. Sebuah hasil suntingan saya berjudul “Menjadi Kaya Dengan Hati Nurani”, karya Goenardjoadi Gunawan, diterbitkan oleh Elex Media. Senangnya bukan kepalang. Itulah untuk pertama kalinya nama saya: Dodi Mawardi terpampang di sampul buku, meski labelnya belum penulis, melainkan editor. Namun saat itu editor yang istimewa karena dicantumkan di kaver depan, dan foto serta profil saya terpampang di halaman belakang.

Menjadi Kaya dengan Hati Nurani Kecil

Mata saya terbuka lebar kemudian, setelah menelisik industri buku. Ooooo ternyata, industri ini sangat menarik dan menjanjikan.  Ooooo ternyata, banyak bidang yang bisa kita geluti di industri penulisan. Luas sekali. Selain penulis dan editor, masih ada segudang bidang pekerjaan lainnya. Bahkan penulis pun beragam pula jenisnya. Pun demikian editor. Di sana juga ada ilustrator, disainer kaver, tukang tata letak (lay outer), distributor dan lain sebagainya. Rantai industri buku sangat panjang dan besar, melibatkan banyak sekali pihak.

Saya harus masuki industri ini! Demikian keputusan saat itu. Tapi saya harus mempersiapkan diri dengan matang dulu, sebelum benar-benar meninggalkan dunia saat itu – dunia radio dan penyiaran. Maka, sesuai petuah motivator dan pakar jualan Tung Desem Waringin, yang sering saya simak ucapannya di radio dan baca ulasannya di berbagai media, termasuk bukunya, saya putuskan membaca dan belajar tentang menulis minimal satu jam sehari. Petuah Tung Desem cukup 30 menit sehari.

Nyaris setiap hari sejak keputusan mau masuk industri menulis, saya belajar dan membaca berbagai hal tentang industri ini. Saya juga dengan sok pede-nya, mencoba menghubungi beberapa penulis yang sudah lebih dulu nyemplung ke dunia ini. Dua di antaranya adalah Edy Zaqeus (yang kemudian terkenal dengan buku Resep Cespleng Menulis Buku Bestseller) dan AA Kunto mantan wartawan majalah Marketing. Dua kawan ini dan beberapa kenalan baru membawa saya berkelana di industri penulisan, khususnya penulisan buku.

20080619204551

Kesimpulan awal bahwa industri menulis menarik, tidak berubah. Bahkan makin yakin. Sampai sekarang. Saya juga kemudian mengenal Jonriah Ginting. Dia adalah kelompok orang pertama yang ‘menularkan’ bisnis kursus dan sekolah menulis. Selain kawan-kawan di Profec (bu Lies Sudianti – alm, pak Johannes Arifin Wijaya dan pak Freddy Pieloor), yang aktif menggelar workshop menulis.

Ternyata petuah belajar rutin tentang suatu hal setiap hari secara terus menerus ala Tung Desem, benar adanya. Setelah tiga bulan, saya merasa memiliki peluru untuk benar-benar masuk ke industri buku. Saya sudah memiliki bekal pengetahuan memadai – saat itu – plus pengalaman sebagai wartawan. Pengalaman sebagai wartawan cukup membantu proses percepatan belajar menulis dan memahami industri ini. Saya cuku pede, berdiskusi dengan senior-senior di bidang penulisan dan dengan siapapun, tentang menulis, penerbitan dan industri buku.

Sambil belajar, order penyuntingan dari pak Goen terus berjalan. Hasil editan saya ternyata disukai oleh penerbit Elex Media. Kata mereka, pekerjaan mereka jadi lebih ringan. Terima kasih buat bu Tjandra, editor pertama Elex yang saya kenal. Kepercayaan diri meningkat drastis. Modal kemampuan menulis selama menjadi wartawan sangat besar perannya. Apalagi saya juga belajar menulis di bidang jurnalistik dari guru-guru hebat di Komunitas Utan Kayu (mas Andreas Harsono – majalah Pantau), KBR 68H (mas Santoso), dan BBC (bung James), serta selalu menyimak tulisan di majalah Tempo yang enak dan perlu, termasuk Catatan – unik – Pinggir-nya Goenawan Mohamad.

Beberapa order lainnya datang dan saya pun berhasil menerbitkan buku sendiri. Ada 3 buku awal yang menjadi tonggak karir kepenulisan, yaitu Bermitra dengan Radio Perbesar Bisnis Anda, ditulis bersama Dr. Ir. Wahyu Saidi (pemilik Langgara Grup/Bakmi Tebet), Lulus Kuliah Cari Kerja? Kuno! (Elex Media) dan 1001 Cerita Seru di KRL. Tonggak itu benar-benar menjadi tonggak bersejarah karena kemudian menyusul puluhan order dan buku lainnya. Total sampai sekarang sudah lebih dari 50 buku yang saya tulis, serta edit. Lebih dari 30 klien perorangan yang sudah saya tangani plus sejumlah perusahaan. Hampir semua klien itu kemudian sekarang menjadi mentor, guru, dan sahabat saya.

Tiga Buku Awal

Lebih Cepat Lebih Mantap 

Belajar memang harus rutin dan konsisten. Namun itu saja tidak cukup. Rumus lain dari Tung Desem yang saya jalankan adalah belajar dari guru terbaik  (Maaf ya pak Tung, saya banyak pakai rumus bapak tapi belum pernah ikut seminarnya, he he). Tung Desem tentu salah satunya, karena beberapa rumusnya saya pakai, tanpa izin lagi. Karena saya mau menekuni industri penulisan, berarti saya harus mencari guru-guru terbaik di bidang penulisan. Tiga bulan setelah keputusan mau masuk ke industri ini, saya mundur dari pekerjaan sebagai produser di radio Pas FM. Mau total menulis. Salah satu keputusan terbaik dalam hidup saya.

Guru-guru penulisan terbaik, di manakah kau berada?

Ternyata tidak mudah mencarinya. Beruntung saya sudah mengenal komunitas penulisan melalui beberapa mailing list. Saya juga bersyukur bisa mengenal mas Edy Zaqeus, karena dari beliaulah, saya kemudian mengenal salah satu guru terbaik yaitu mas Andrias Harefa. Buat saya, beliau adalah salah satu guru terbaik di bidang penulisan. Kiprahnya layak dicontoh. Kebijakan-kebijakannya di bidang penulisan, patut ditiru. Dan ini yang terutama, gaya menulisnya bagus.  Untuk melihat kiprahnya, saya baca kisah hidupnya. Untuk mempelajari kebijakannya, saya pelajari langkah-langkah kegiatan menulisnya. Dan untuk mencontek gaya menulisnya, saya baca semua bukunya! Sebagai bonus, saya kenal dengan beliau dan berkali-kali menimba ilmu dengan komunikasi langsung.  Thanks a lot, GURU.  Mau lihat kiprahnya? Buka www.andriasharefa.com

mk2-bsr

Meski belakangan jarang bertegur sapa karena kesibukan masing-masing, eh maaf, beliau lebih sibuklah daripada saya, hehe, tapi hati kami sejalan dalam mengembangkan industri penulisan dan meningkatkan taraf hidup penulis. Penulis harus bisa hidup mapan! Beliau membuka sekolah menulis pembelajar yang berkembang menjadi Proaktif Schoelen, yang terus berkembang sampai sekarang. Dulu saya juga sempat bergabung dengan pembelajar.com pada awal berdirinya (bersama mas Edy Zaqeus, mas Her Suharyanto dan Agoeng Wicaksono serta beberapa kawan penulis lainnya). Sedangkan saya kemudian membuka Sekolah Menulis Kreatif Indonesia (www.sekolahmenuliskreatif.wordpress.com)

Guru lainnya yang saya pelajari tindak tanduk, kiprah, ucapan, tindakan dan gaya menulisnya adalah Bambang Trim. Pakar menulis, editor handal dari Bandung, yang sampai saat ini makin berkibar benderanya. Gaya tulisannya segar bugar menyenangkan, hehe. Ide-ide kreatifnya, maknyus! Ilmu dan pengalamannya pun segudang. Sungguh beruntung saya bisa kenal dan menjaring ilmu pak Bambang. Sulit mencari padanan yang pas untuk menggambarkan kiprah hebat kakak yang satu ini (karena usianya ternyata tidak jauh-jauh amat di atas saya). Saya punya target menulis 1000 judul buku, dan sekarang baru terrealisir 50-an. Pak Bambang, sudah menulis lebih dari 150 buku, Wow! Lihat aksinya di www.manistebu.wordpress.com

Bambang Trim

Di lemari buku saya, terdapat banyak sekali buku-buku tentang tehnik menulis, industri menulis dan lain sejenisnya. Dari banyak buku tersebut, hanya segelintir yang memancing saya untuk berusaha keras mengenal penulisnya. Nama-nama di atas, yaitu mas Andrias Harefa, Bambang Trim, dan Edy Zaqeus sudah pasti termasuk di dalamnya. Nama lainnya adalah Hernowo, yang bukunya Mengikat Makna, sungguh memberikan gizi tinggi. Saya menghubungi beliau dan berguru (semoga beliau masih ingat, hehe). Lalu Ersis Warmansyah Abas, seorang penulis dari bumi Kalimantan yang sangat penuh semangat menularkan kemahiran menulis kepada orang lain. Buku-bukunya ringan tapi berbobot (seperti Menulis Mari Menulis). Lihat www.webersis.com.  Pak Ersis pun yang kemudian jadi Guru Besar di Universitas Lambung Mangkurat ini sangat baik hati dan tidak sombong ketika saya kontak dan nyatakan diri berguru kepadanya.

Satu lagi, guru menulis yang awalnya hanya membaca lewat bukunya atau tulisannya di website, yaitu Naning Pranoto. Dialah salah satu penulis Indonesia yang sempat mengenyam pendidikan formal Creative Writing di Australia. Jarang-jarang yang seperti itu. Saya menyatakan berguru kepadanya dalam bidang penulisan. Pernah bekerjasama dengan beliau dalam penyelenggaraan lomba puisi hijau. Dan terus melanjutkan proses berguru sampai sekarang. Meski kadang hanya lewat bukunya atau melalui tulisannya yang berserak di media daring.

Siapa pun Bisa Jadi Guru Terbaik 

Oh ya, masih ada beberapa penulis yang gaya tulisannya sangat saya sukai dan kadang saya contek. Tentu saja bukan dengan cara kopi pasta (copy paste) namun sebagai bahan perbandingan dan pelajaran. Gaya penulisan kita sendiri tetap akan keluar dengan pengaruh dari berbagai contoh gaya penulisan pihak lain tersebut. Gaya kita sendiri tetaplah milik kita sendiri, yang pasti akan berbeda dengan gaya tulisan orang lain. Yang penting tetap renyah, gurih dan menyenangkan pembaca.

Salah satu gaya tulisan yang saya sukai adalah gaya Safir Senduk. Beberapa bukunya bestseller bukan? Satu di antaranya adalah Siapa Bilang Jadi Karyawan Tidak Bisa Kaya, yang dicetak berkali-kali sampai terjual puluhan ribu eksemplar. Kebetulan saya kenal baik dengan beliau juga. Jadi enak nyonteknya hehe. Terima kasih ya mas Safir (@SafirSenduk, kalau mau follow twitternya).

Novel-novel hebat pun menjadi sumber pelajaran menulis yang amat berharga. Laskar Pelangi memberikan banyak inspirasi. Gaya penulisan yang ringan, membuat pembaca senang. Terlepas dari kritikan sastranya, karya Andrea Hirata ini tetaplah sebuah karya hebat. Juga Ayat Ayat Cinta dari Habiburrahman El Shirazi, memberikan wawasan baru tentang genre penulisan fiksi. Selain gaya penulisan masa lalu yang tersohor seperti novel Pramudya A.N., atau novel-novel klasik.

Oh ya, sahabat-sahabat di penerbitan juga menjadi guru-guru hebat buat perjalanan karir kepenulisan saya dan bisnis di industri penerbitan. Tanpa keterlibatan mereka, mustahil rasanya saya bisa berkiprah seperti sekarang. Yang pertama tentu saja sahabat-sahabat di Elex Media Komputindo yang luar biasa. Selain mengenal bu Tjandra yang baik hati, saya juga belajar dari bu Pauline, editor bidang bisnis dan manajemen yang lembut dan penuh perhatian serta mas Aloysius Ari yang tidak bosan-bosannya membagi ilmu penerbitan kepada saya. Nama lainnya banyak sekali… saya sebut satu persatu ya: mas Dharma, mbak Wiwit, mbak Wika, mbak Tyas, mas Joko, mas Whindy dan banyak lagi. Duh maaf ya teman-teman di Elex, yang tidak tersebut.

Penerbit

Sahabat penerbit di Penebar Swadaya yaitu pak Nyuwan SB dan bu Yustina, juga memberikan banyak sekali inspirasi dan pengetahuan tentang penulisan dan penerbitan. Ilmu saya makin kaya dan berwarna setelah sekian lama berkomunikasi serta berinteraksi dengan teman-teman dari penerbitan. Terima kasih banyak untuk Anda semua. Anda adalah guru-guru terbaik dalam dunia kepenulisan saya. Oh ya, saya juga punya kawan hebat di grup Mizan, namanya mbak Shinta. Orangnya sabar dan baik hati. Tapi wawasan tentang industri penulisan dan penerbitannya keren. Saya banyak belajar darinya.

Belajar yang paling efektif memang kepada guru-guru terbaik. Namun selain belajar kepada guru terbaik, cara belajar terbaik adalah belajar kepada siapapun yang memang layak dipelajari. Sampai saat ini saya terus belajar kepada banyak orang, termasuk teman-teman penulis pemula atau muda yang kiprahnya cukup menonjol. Dua di antaranya adalah Senda Irawan dan I Made Teddy Artiana. Senda masih muda, penuh semangat dan rajin berkarya. Selain menulis sejumlah buku, dia juga menularkan pengetahuannya lewat workshop dan pelatihan menulis. Layak dicontohlah. Maju terus Senda! I Made Teddy juga penulis luar biasa. Selain hebat menulis, doi juga piawai fotografi. Tulisan-tulisannya menyegarkan dan kadang usil. Buku pertamanya saja cerita tentang 13 pembantu rumah tangganya.

Kesimpulannya, kalau kita mau menekuni sebuah bidang, jangan ragu-ragu untuk segera mencari guru terbaik dan belajarlah secara rutin serta konsisten. Keberhasilan hanya tinggal menunggu waktu, di sela-sela sejumlah kegagalan.

Yuk, kita belajar kepada guru terbaik!

1 Comments

Tinggalkan komentar